Sabtu, 27 Desember 2008

REPRODUKSI ASEKSUAL MATI SEKALI PUKUL


THOF>JIKA berbicara reproduksi seksual, tentu melibatkan pasangan jantan dan betina. Namun reproduksi dengan cara seksual memiliki kerugiannya sendiri. Misalnya untuk mendapatkan keturunan harus ada dua individu yang melakukan proses reproduksinya. Padahal jika dihitung secara matematika reproduksi kloning jauh lebih cepat karena cukup dilakukan satu individu.

Reproduksi seksual menghasilkan keturunan dengan laju deret tambah, sementara reproduksi aseksual dengan laju deret hitung. Sementara kloning akan membuat segala keunggulan genetika dapat dipertahankan, sedangkan reproduksi seksual selalu terdapat risiko hilangnya keunggulan genetika. Misalnya makhluk hidup mikro yang diberi nama Rotifera, diketahui sejak 70 juta tahun terus menerus melakukan reproduksi aseksual. Nyatanya hingga kini Rotifera tetap eksis. Sementara Dinosaurus yang melakukan reproduksi secara seksual terbukti musnah.



Berbagai pertanyaan menyangkut reproduksi aseksual Rotifera memang sulit dijawab. Para peneliti di laboratorium biologi kelautan Woods Hole di AS bahkan melaporkan terdapat sekitar 2.000 jenis makhluk hidup di muka Bumi yang melakukan reproduksi aseksual sejak jutaan tahun lalu. Kalau melihat fakta ini kelihatannya reproduksi seksual seperti yang dilakukan manusia memang tidak ada untungnya.

Tapi penelitian pakar genetika dalam proyek genome manusia menunjukkan gen manusia yang terus mengalami mutasi cepat adalah gen kekebalan tubuh. Artinya, bagi manusia sistem reproduksi seksual sebagai rekombinasi genetika adalah cara paling menguntungkan untuk tetap eksis.

Sejak lama para pakar biologi meyakini rekombinasi seksual merupakan cara yang memiliki perspektif paling luas untuk mempertahankan eksistensi. Dalam sejarah evolusinya manusia menghadapi ancaman penyakit yang amat beragam yang dapat memusnahkannya jika ketahanan genetikanya lemah. Jika manusia melakukan reproduksi aseksual atau kloning mungkin sudah sejak lama manusia musnah oleh penyakit cacar atau influenza biasa. Sebab dengan kloning, kode genetika keturunan identik dengan induknya. Sebuah penyakit mematikan akan memusnahkan spesies dengan kode genetika identik, ibaratnya hanya dalam sekali pukul.

Dengan melakukan rekombinasi genetika terdapat kemungkinan munculnya keturunan yang memiliki ketahanan genetika cukup tinggi. Yang ketahanan genetikanya lemah boleh mati. Tapi yang ketahanan genetikanya tinggi akan tetap hidup. Artinya spesies bersangkutan tetap ada penerusnya. Demikian antara lain, teori yang dikembangkan professor William Hamilton, pakar biologi evolusi dari Universitas Oxford di Inggris. Terutama manusia dipaksa untuk melakukan reproduksi secara seksual untuk menghasilkan keturunan yang beragam.

Taktik evolusi semacam itu terbukti mampu mempertahankan eksistensi manusia hingga kini. Walaupun beragam epidemi menyerang masih tetap ada keturunan manusia yang dapat mencapai usia reproduksi. Musuh manusia amat banyak. Yang paling berbahaya adalah mikro organisme yang terus melakukan perubahan dan mutasi. Tidak mengherankan jika gen pertahanan tubuh manusia merupakan gen yang paling cepat mengalami perubahan. Sebab tantangannya juga terus berubah.

Tapi bagaimana menerangkan fenomena mikro organisme semacam Rotifera? Kelihatannya makhluk hidup ini tetap eksis walaupun kode genetikanya tidak berubah selama puluhan juta tahun. Apakah memang Rotifera tidak punya musuh? Salah satu jawabannya, dilontarkan oleh Matthew Meselson pakar biologi molekuler dan seluler dari Universitas Harvard di Cambrige. Disebutkannya, walaupun tidak melakukan reproduksi seksual, diduga Rotifera memiliki beberapa pasang elemen DNA yang dapat bergerak cepat untuk melakukan mutasi yang diperlukan.

Manusia memang sulit melakukan perubahan semacam itu. Sebagai makhluk hidup kompleks manusia terpaksa harus melakukan reproduksi seksual. Tapi sudah terbukti percobaan kloning pada mamalia justru merugikan ketahanan genetikanya. Mekanisme evolusi biologi memang belum semuanya dimengerti. Sejauh ini reproduksi seksual dimengerti sebagai upaya untuk mengecilkan dampak dari mutasi genetika yang membahayakan. Namun suatu saat nanti bisa saja teori ini keliru dan cara berkembang biak aseksual model Rotifera, ternyata lebih unggul dalam mempertahankan eksistensinya.

Tidak ada komentar: