Rabu, 24 Desember 2008

Einstein, Manusia Biasa


ym>>Dalam paruh kedua, dasawarsa 1960-an, ada koran kampus yang memampangkan gambar Einstein. Itu gambar Einstein di usia senjanya. Rambutnya putih ubanan, gondrong, dan awut-awutan.

Tulisan (caption) di bawah gambar itu berbunyi: ”It’s not the hair that counts, but what’s underneath...” (Yang penting bukan rambutnya, tapi yang di bawahnya...)

Di bawah rambut awut-awutan itu memang ada otak yang sangat encer. Tak ada orang yang meragukan kegeniusan Einstein sebagai ilmuwan. Di samping teori relativitas yang merupakan karya keilmuannya yang monumental dan revolusioner, ada pula temuan-temuan Einstein yang penting, seperti efek fotoemisi, radiasi terangsang, dan kondensat Bose-Einstein.

Einstein bukan tipe ilmuwan yang suka nimbrung dengan ilmuwan-ilmuwan lainnya, mengerumuni programa penelitian Lakatosian yang progresif. Ia menggarap ranah pemikiran yang tidak dipikirkan ilmuwan-ilmuwan lain. Di bidang telaahnya, ia mencari dan menemukan jalannya sendiri, tanpa saingan. Pemikirannya asli.

Selain sebagai ilmuwan genius, Einstein juga dikenal sebagai humanis sejati. Ia membenci disiplin militeristik yang dipaksakan secara otoriter. Ia anti terhadap diskriminasi rasial. Ia antiperang dan cinta damai. Ia memiliki keberanian moral seperti yang ditunjukkannya dengan menentang Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia dan Bavaria. Keberaniannya itu ditunjukkan dengan cara mengecam Sekretaris Liga Bangsa-Bangsa dari Jerman, dengan Manifestonya ketika meninggalkan Jerman, dan dengan suratnya kepada Presiden Franklin D Roosevelt yang memperingatkan betapa berbahayanya kalau para ilmuwannya Hitler di Peenemunde berhasil membuat bom atom lebih dulu.

Bukan pemeluk agama

Meskipun Einstein bukan pemeluk agama yang mursyid dalam beribadah, ia menunjukkan sikap keberagamaan yang kuat. Ia ”dekat” dengan Tuhan dan sepanjang hidupnya bergumul sangat keras untuk mengetahui pikiran Tuhan. Ia bahkan berani memberi predikat kepada Tuhannya dan predikat itu bukan stereotip, tetapi asli, muncul dari lubuk keyakinannya sendiri: ”Raffiniert ist der Herr Got, aber boshaft ist Er nicht” (Gusti Allah itu cerdik, tetapi tidak licik). Ada yang mengatakan bahwa dalam seruannya itu Einstein memakai kata bosartig, bukan boshaft. Mana yang benar, entahlah, tetapi kedua kata itu artinya sama, yakni ’licik’ atau ’tak jujur’.

Ada baiknya untuk diketahui bahwa di balik citranya sebagai ilmuwan cemerlang dan humanis tulen itu, Einstein adalah manusia biasa. Ia merasakan susah dan senang, frustrasi dan eforia, dan tak luput dari cacat dan kekurangan. Bila jengkel, ia mengumpat.

Bila sedang kasmaran, ia sangat romantis. Jika dikecewakan, tak segan-segan ia memutus hubungan silaturahmi. Ia juga bukan suami yang sempurna. Ia bercerai dan kemudian kawin lagi.

Ia memang genius, tetapi tak berarti bahwa gagasan-gagasannya yang hebat datang sendiri kepadanya dengan mudah. Seperti dikatakan Thomas Alva Edison: ”Genius is ten percent inspiration and ninety percent perspiration” (Genius ialah 10% bakat dan 90% keringat). Untuk Einstein barangkali proporsinya bukan (10:90), tetapi kira-kira (35:65)-anlah. Inspirasinya tidak mengalir terus-menerus dengan derasnya, tetapi harus dibarengi dengan usaha yang keras.

Teori Relativitas Umum digarapnya dengan bekerja keras selama lebih dari 10 tahun. Pernah dalam frustrasinya menghadapi persoalan matematis, ia minta tolong sahabatnya, Marcel Grossmann, dengan mengiba memelas: ”Grossmann, Du musst mir helfen, sonst werd' ich verruckt! ” (Grossmann, kamu harus menolongku; kalau tidak, aku akan jadi gila!).

Marcel Grossmann jugalah yang dulu membantu Einstein dalam Matematika, sewaktu mereka sama-sama kuliah S1 di Institut Teknologi Federal, di Zürich. Einstein menyelesaikan program S1 itu dengan pas-pasan sehingga tak seorang pun dari dosen-dosennya mau memberinya rekomendasi untuk meneruskan ke program pascasarjana.

Profesor Matematikanya, Hermann Minkowski, bahkan menyebutnya ”anjing pemalas”. Ironiya, kemudian setelah Einstein berhasil membangun Teori Relativitas Khusus (1905), Minkowski-lah yang mengungkapkannya secara geometris. Geometri Euklidean berupa ruang-waktu caturmatra yang kosong dan (karenanya) ”rata” itu disebut ”dunia Minkowski”. Itulah yang mengilhami Einstein untuk menggeneralisasikan teori relativitas khususnya dengan retrosipasi ke segi ragam spasial.

Paul Adrian Maurice Dirac adalah salah seorang di antara banyak pengagum Einstein. Dirac masih seorang mahasiswa di Universitas Bristol di Inggris ketika Einstein sudah mengukuhkan dirinya sebagai ilmuwan besar. Namun, Dirac juga fisikawan genius. Werner Heisenberg, fisikawan besar lainnya dari Götinggen, terkagum-kagum akan kecemerlangan rekannya yang lebih muda itu.

Menurut Dirac, ketika ujian yang pertama terhadap teori relativitas umum membenarkan teori itu, Einstein biasa-biasa saja. Ia tidak berteriak-teriak histeris dalam eforia sebab sebelumnya pun ia sudah yakin bahwa teorinya benar.

Saya tidak tahu apakah cerita Dirac itu benar. Ujian yang pertama itu mengenai presesi orbit Merkurius. Perhitungan berdasarkan teori relativitas memberikan pergeseran-maju perihelion planet itu sebesar kira-kira 43 sekon-busur per abad. Ini sesuai dengan pengamatan Leverrier lebih dari setengah abad sebelumnya.

Menurut Dirac, Arthur Eddingtonlah yang melakukan pengujian itu, padahal sejarah mencatat bahwa Eddington ialah astronom pertama yang pada tahun 1919 berhasil dalam pengujian kedua, mengenai pembelokan cahaya bintang yang melintas dekat Matahari.

Tidak berjingkrak

Ketika diberi tahu fisikawan Belanda, Hendrik Lorentz, tentang sukses ekspedisi Eddington di pulau Principe itu, Einstein memang tidak berjingkrak-jingkrak kegirangan, tetapi ia juga tidak menyambut berita itu dengan sikap cuek.

Ia menulis surat kepada ibunya, Ny Pauline Koch Einstein, ”Bunda sayang! Kabar baik hari ini. HA Lorentz menelegram saya bahwa ekspedisi-ekspedisi Inggris telah sungguh-sungguh membuktikan pembelokan cahaya oleh Matahari.” Bentuk jamak ”ekspedisi-ekspedisi” mengacu ke ekspedisi Eddington ke lepas pantai Barat Afrika dan ekspedisi yang satu lagi ke Sobral, Brasil.

Surat kepada wanita yang paling dekat dengannya itu menunjukkan betapa sebenarnya Einstein berbahagia memperoleh konfirmasi atas prediksi teoretisnya. Pada waktu itu istri Einstein, Mileva Maric, telah lebih dari empat tahun meninggalkannya di Berlin, kembali ke Zürich. Hancurnya bahtera rumah tangga Einstein barangkali disebabkan oleh makin terserapnya seluruh perhatian Einstein ke dalam penelitiannya.

Setelah sukses dengan teori relativitas khususnya (1905), Einstein pindah dari Bern, tempat ia bekerja di kantor paten, ke Zürich, sebab ia diangkat menjadi profesor madya di Institut Teknologi Federal.

Empat tahun kemudian, pada tahun 1911, Einstein sekeluarga pindah ke Praha. Ia diangkat menjadi profesor di Universitas Jerman di kota itu, dengan gaji yang lebih besar. Ia rela menyesuaikan diri dengan disiplin hierarkis di sana. Ia yang selama itu tidak biasa beribadah, sekarang mau bergabung dengan komunitas Yahudi di Praha.

Namun, ia hanya sebentar di Universitas Jerman di Praha sebab dipanggil kembali ke Zürich dengan jabatan guru besar. Pada tahun 1914 ia kembali ke Jerman, bahkan ke ibu kotanya, Berlin, karena diangkat menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia.

Einstein, yang sejak muda telah begitu membenci disiplin militeristik Jerman sampai pindah kewarganegaraan menjadi orang Swiss, ternyata mau kembali ke Jerman. Praha merupakan batu loncatannya ke Berlin. Ia, yang benci militer, sekarang mau memakai seragam dinas ala militer. Tampak di sini bahwa Einstein bukanlah nonkonformist sejati. Ia manusia biasa, yang demi ambisinya mau menyesuaikan diri dengan sistem otoritarian-militeristik.

Setelah ia kembali dari Praha ke Zürich, pada tahun 1912 ia mengunjungi temannya, Erwin F Freundlich, di Berlin. Einstein minta bantuan astronom muda itu untuk menguji prediksinya tentang pembelokan cahaya oleh Matahari. Einstein menunjukkan caranya, dan Freundlich yang melaksanakannya.

Untuk itu, Freundlich harus pergi ke daerah pesisir Krimea, di Rusia. Ekspedisinya memerlukan biaya 5.000 mark. Einstein dari Zürich berusaha mencari dana hibah, tetapi tak berhasil. Freundlich di Jerman malah lebih berhasil.

Dari Hermann Struve, Direktur Observatorium Kerajaan di Postdam, ia memperoleh bantuan 2.000 mark, walaupun Struve memberikan bantuannya itu sambil bersungut-sungut. Kekurangannya, 3.000 mark, ditutup Gustav Krupp, raja baja-besi Jerman yang kemudian menjadi pendukung setia Hitler.

Einstein sudah pindah dari Zürich ke Berlin ketika ekspedisi Freundlich bertolak ke Krimea. Namun, di sana Freundlich ditangkap tentara Rusia. Ia dituduh sebagai mata-mata Jerman dan dijebloskan ke penjara. Waktu itu Jerman memang musuh Rusia dalam Perang Dunia I. Walaupun kemudian Freundlich dibebaskan, ekspedisinya gagal dan biayanya mubazir sebab gerhana Matahari total di Krimea sudah lewat.

Einstein sangat kecewa atas kegagalan Freundlich. Meskipun nasib malang menimpa Freundlich itu bukan semata-mata akibat kesalahannya, tetapi tetap saja Einstein menyalahkan Freundlich.

Mengapa ekspedisinya ke daerah musuh?! Sampai tiga tahun kemudian, Einstein belum melupakan kekecewaannya. Waktu itu, tahun 1917, Freundlich minta bantuan Einstein untuk mencarikan pekerjaan di observatorium. Einstein menjawab Freundlich dengan surat. Dulu ia selalu mengawali suratnya dengan pembukaan: ”Tuan Kolega Yang Sangat Terhormat”. Sekarang cuma dengan ”Freundlich Yth”. Nada suratnya juga kasar. ”Kemarin Planck berbicara dengan Struve tentang kamu. Struve menyumpahi kamu. Kamu tidak melakukan apa yang dia harap kamu kerjakan....”

Bersikap kasar

Einstein juga tega bersikap kasar kepada rekannya. Pernah ia menulis (memo?): ”Sarafmu terburai, dan kamu bahkan tak punya selembar irisan daging pun di kepalamu untuk melindungi dirimu.” Menurut EL Aczel dan A Aczel, Einstein bukan hanya cermat sangat ambisius; ia siap untuk memanfaatkan orang- orang lain untuk mencapai tujuannya dan mencampakkannya bila mereka sudah tak berguna lagi baginya.

Einstein suka melecehkan orang yang tak sekaliber dengan dirinya. Ketika ia berkunjung ke Observatorium Kerajaan di Berlin selama seminggu di bulan April 1912, ia menemukan pelensaan gravitasi. Perhitungannya ada di buku catatannya, tetapi tidak diterbitkan, dan bahkan dilupakannya. Pada tahun 1936 seorang ilmuwan amatir dari Cheko, Rudi W Mandl, mengunjungi Einstein di Princeton.

Sejak 1933 Einstein hijrah ke Amerika dan menjadi peneliti di Institut Telaah Lanjut (Institute of Advanced Studies). Mandl mendesak Einstein untuk mendeskripsikan efek pelensaan gravitasi itu dan menerbitkannya.

Dalam pengantarnya kepada editor jurnal Science, Einstein menulis ”Beberapa waktu yang lalu RW Mandl berkunjung dan meminta saya untuk menerbitkan hasil sedikit perhitungan yang telah saya kerjakan atas permintaannya. Catatan ini (untuk) memenuhi harapannya.”

Lalu tambahnya: ”Izinkan saya juga mengucapkan terima kasih kepada Anda atas kerja sama Anda dalam penerbitan (catatan) kecil itu, yang telah diperas dari saya oleh Sdr Mandl.

Makalah itu nilainya rendah, tetapi membuat orang yang malang itu bahagia.” (”It is of little value, but it makes the poor guy happy.”)


Tidak ada komentar: